LOVE IS YOU
Jika bicara soal C.I.N.T.A tak akan ada habisnya, lima
huruf yang memiliki banyak makna didalamnya. Cinta itu bisa kepada orang tua,
kepada sahabat, kepada saudara atau bahkan kepada seseorang (lawan jenis).
Menurut gue, cinta itu datang aja kayak hantu. Datang tak dijemput dan pulang
tak diantar (jelangkung keless). Cinta datang kapan aja dia mau dan pergi kapan
aja dia mau (sesukanya aja). Cinta
datang dimana pun, kapan pun, dan pada siapa pun. Cinta itu sukar diartikan…
Kita bilang perasaan itu adalah cinta, ternyata itu
hanyalah perasaan kagum yang berlebihan… Kita bilang perasaan itu Cuma sekedar
suka atau sekedar ngefans, ternyata itu adalah perasaan CINTA yang tak
terlihat… Sungguh satu kata yang disebut CINTA itu menggelikan dan
membingungkan.
Di suatu pagi yang cerah, aku datang kekampus untuk menemui
dosen pembimbing akademik ku. Aku baru mau mengurus jadwal dan segala macam
yang berhunbungan dengan kulian. Ya, aku adalah mahasiswa semester empat.
Di kampus aku bertemu dengan teman-teman satu kelas ku.
“Dit, berapa IPK mu?” tanya salah satu temanku
“Belum, Nel. Ini baru mau lihat IPK ku. Aku baru mau nemuin
dosen pembimbingku” jawabku
“Oh ya. Nanti kasih tau ya” ujarnya
“Oke” sahutku sembari memberikan jempol kanan ku lalu
kemudian pergi ke ruang dosen
Lirik sana-lirik sini namun, dosen pembimbingku tak kunjung
terlihat. Entah kemana dia. Setiap semester harus menunggu bapak itu datang,
menyebalkan. Kalau ku pikir-pikit itu dosen kayak hantu. Tiba-tiba muncul entah
dari mana tapi juga tiba-tiba hilang kayak di telan bumi.
Sudah 3 jam aku dan teman-teman ku menunggu dosen
pembimbing kami yang tak kunjung datang. “Ah, bapak ini. Lama sekali datangnya.
Tiga jam kita menunggunya tapi sampai sekarang tak ada tanda-tanda
kehadirannya. Bisa jadi lumut kalau terus menunggu yang tak pasti” omel temanku Risa
“Bener sa, capek aku nungguin bapak itu datang” sahut ku
yang juga sedikit kesal.
“Pulang yuk, ngantuk” kata Risa, menguap menahan kantuk
“Tunggulah sebentar lagi. Kalau saja bapak itu datang” ujar
sherly
“Kalau?” tanya Risa sedikit emosi. “Sudah, aku mau pulang.
Besok jam 11:00 aku kesini lagi, kalau besok sampai ngak datang tuh dosen. Gue
amukin” sambung nya bergegas pergi meninggalkan koridor.
Aku mengekor di belakang Risa, ikut pulang dengannya. Aku
juga merasa lelah. Tiga jam menunggu tanpa kepastian. Ya, menunggu tanpa
kepastian itu sangat melelahkan jiwa dan raga.
Aku membuka sosmed ku, tepatnya Pad. Aku melihat temanku
Sherly di Pad. “Semoga besok
dosen pembimbing kami datang (amin)” tulisnya.
Lalu aku mengomentarinya “Amin, semoga aja Sher”
Entah ada apa dan mengapa. Ada juga seorang lelaki yang tak
ku kenal mengomentari Pad temanku. Ku rasa lelaki itu temannya. Singkat kata,
temanku yang bernama Sherly mencoba menjodohkan aku dengan lelaki yang bernama
Angga. Dia adalah kakak tingkat ku, tapi kami berbeda jurusan namun satu
fakultas kok.
Hati ku merasa galau, gundah. Sejujurnya aku merasa risih.
Aku baru putus cinta dengan orang yang hampir lima tahun menemaniku. Ya, dia
adalah kekasihku, aku mencintainya. Tapi ada rasa jenuh didalam batinku. Aku
cinta tapi aku juga ingin pergi darinya. Hingga akhirnya aku benar-benar pergi
dari hidupnya.
Lelaki yang hampir lima tahun menjadi kekasihku telah
mengecewakan seluruh isi hatiku. Aku sangat hancur, hati ini retak. Mungkin,
jika aku kaca. Sudah lama hatiku retak seribu. Berhubung hatiku itu kuat,
sekuat karang… gigi. Hehehe.
Orang yang ku kenal pendiam tega membohongiku dan orang
lain. aku benci dengannya. Aku benci kebohongan. Aku benci untuk mencintainya.
Aku sungguh tak kuat dengan ini. Hingga jalan terakhir yang ku pilih adalah
melepaskannya untuk pergi.
“Dit, terimalah kakak ku itu” ujar Sherly cengengesan ngak
penting
Aku hanya terdiam, aku belum siap untuk memulai yang baru.
Hatiku baru saja terluka. Belum sembuh. Entah kapan sembuhnya. Ku tatap Sherly,
sedikit risih dengan kata-katanya.
“Kakak ku berjanji akan berubah, Dit” sambungnya lagi kali
ini dengan sedikit senyum
Aku hanya tersenyum. Tak tau kata-kata apa yang akan ku
ucapkan. Bingung melanda jiwaku. Seiring berjalannya waktu, aku merasa hati
kosongku telah terisi oleh Kak Angga. Awalnya aku meragukan dia. Aku melihatnya
dari sisi negatifnya saja. Tapi, ternyata ia orang baik, asyik , berwawasan
luas dan humoris. Humoris salah satu yang ku suka darinya.
Drrrr drrrr drrrr. Hp ku bergetar hebat. Jantungku berdegup
kencang melihat layar HP ku tertuliskan pesan masuk dari Agung. “Dit besok
libur ngak?” tanya Agung, seseorang yang menungguku. Sebenarnya aku juga
menunggunya, aku suka padanya. entah mengapa?.
“Besok kuliah, emang kenapa?” balasku dengan tangan
bergetar
“Oh, kuliah ya. Sebenarnya aku mau ngajak kamu
jalan” balasnya
Deg. Jantung ku berhenti sejenak. Tanganku gemetar. Mengapa
besok aku harus kuliah sih. Batinku kesal seribu kesal.
“Lain kali aja ya, Gung” balasku tak ikhlas mengirimkan sms
itu padanya. sebenarnya aku mau, tapi aku besok ada jadwal kuliah dan ulangan.
Arrrggghh.
“OKE” balasnya
Sedetik kemudian tak ada lagi sms darinya. Di lain hari aku
merasa bingung dengan perasaanku. Ada dua lelaki yang sedang berusaha
mendekatiku. Aku mencoba meminta penadapat sana sini.
“Sa, aku bingung” kata ku cemberut
“Bingung kenapa Dit?” tanya nya
“Aku itu bingung mau pilih yang mana? Kak Angga atau Agung”
jawabnya
“Kak Angga dan Agung itu orang yang seperti apa. Aku kan
ngak tau mereka” ujar Risa
“Kalau kak Angga itu orangnya humoris, asyik, berwawasan
luas, pokoknya banyak deh” ujar ku
“Terusss?” sahutnya
“Kalau Agung itu, Orangnya rajin sholat, baik juga, pintar
tapi, cuek banget sa” sambungku
“Pilih yang ngak cuek aja. Pilih Kak Angga aja” ujarku
“Tapi aku suka sama Agung” sahutku lagi
“Ya sudah pilih aja Agung” ujar Lisa santai
“Jadi aku pilih yang mana Risa ku sayang” sahutku dengan
nada sedikit tinggi. Habis plin plan nih anak. Resek.
“Bingung juga Dit. Lho yang punya cinta tapi kok gue juga
ikutan pusing ya?” tanyanya
“Agung itu sudah mapan, bekerja di pertamina. Menjamin.
Kalau kakak itu… anak kuliahan” sambungku bercerita pada Risa
“Kenapa ngak pilih yang sudah mapan aja” sahut Risa sedikit
semangat
“Kak Angga juga ada bisnis jualan Sa” sambungku lagi semakin
membuat bingung temanku
Risa melirikku dengan tatapan tajam. “Dita Puspita!!!”
teriaknya kesal. “Au ah gelap. Pusing kepalaku bicara denganmu” sambungnya
cemberut, pergi meninggalku yang duduk sendiri di teras masjid yang sepi.
Dikelas, Risa hanya terdiam. Seperti memikirkan sesuatu.
Entah apa. Dia menatapku lekat-lekat. “Dit, kalau menuruk aku, kamu pilih aja
Agung. Karena kan Agung itu sudah mapan. Aku sih sregnya dengan dia. Tapi
teserah hatimu Dit” kata Risa memberikan saran padaku
“Ia Sa. Bibiku juga berkata seperti itu. pendapatnya sama
denganmu. Tapi Agung itu cuek banget Sa” sahutku lemas
“Ia sih Dit. Pasti bosen punya cowok yang cuek. Enak yang
humoris” ujarnya ikut lemas
“Tapi, kakak itu juga mampu buat aku nyaman Sa. Aku dekat
dengannya, ada rasa nyaman. Ngak ada lagi yang namanya jenuh” komentarku
“Kalau ngak, lho jadian aja sama dua-duanya” sarannya
sedikit gila
“Ngak waras kau Sa” ujarku kesal
“Aku mau tanya dengan dirimu yang sesungguhnya. Bagaimana
perasaanmu dengan Agung dan bagaimana juga perasaanmu dengan Kak Angga. Ada
perasaan dag dig dug serrr ngak??” tanyanya kayak polisi mengintrogasi
tersangka
“Emmm, kalau dengan Kak Angga aku biasa aja Sa. Sudah
beberapa kali aku jalan dengannya tapi perasaan ku biasa saja. Terus, kalau
sama Agung…. Jangankan ketemuan dengannya, sms-an dengannya aja aku merasa
gemetaran. Jantungku terasa mau lepas Sa. Ada rasa bahagia menyelimutiku”
jelasku panjang lebar
“Tuh kan, hati mu mengatakan, Dita Puspita mencintai Agung”
katanya antusias
“Aku emang suka sama Agung. Jujur aku menunggu Agung
nyatakan cinta untuk aku Sa. Semalam aku buat PM –nyatakanlah cintamu sebelum
diambil orang-. Itu adalah kode untuk Agung, tapi dia masih aja ngak ngerti
dengan kode itu. malahan kak Angga yang ke GR-an” jelasku lagi
“Ya sudah, pilih aja tuh si Agung” katanya dengan wajah
yang muram
Kasihan teman ku, wajahnya sampai muram gara-gara aku. Maaf
ya. Risa terdiam beberapa menit, mencoba memperhatikan kelompok yang berdiskusi
hari itu. Karena mata dosen Aik sudah jelit-jelit hampir lepas.
Tanganya meraih pena di atas mejanya, menulis sesuatu yang
ada di papan tulis. Tangannya terhenti menulis, menoleh ku dengan tatapan
segar.
“Semua terserah dirimu. Kamu yang merasakan dan hatimu tau
apa yang kamu rasakan dan yang kamu mau” ujarnya dengan kata-kata yang mantap
berwibawa.
Aku terdiam mendengar perkataannya barusan. Ku akui Risa
orang yang mudah merangkai kata-kata (agak gombal tuh temanku yang satu itu).
ada aja celetukannya yang mampu buat orang-orang bilang (asek, ciee). Dan
kata-katanya barusan telah menghipnotisku. Membuat ku berpikir apa yang aku mau
dan apa yang aku inginkan. Mencoba menyelami lautan hatiku sendiri.
“Dit” panggilnya
Aku menoleh menatapnya. “Traktiran jangan lupa” katanya
dengan wajah tanpa dosa. Santai. Kemudian ia melanjutkan menulis lagi.
Baru saja dia membuatku terpukau dengan kata-katanya.
Ujung-ujungnya minta traktir. Sorry friend ane lagi buntu.
Selasa yang cerah nan panas, kak Angga mengajakku untuk
pergi nonton. Kami pergi dengan kendaraan roda dua. Mengantri untuk membeli
tiket dan menunggu ruang bioskop dibuka. Tak sampai setengah jam menunggu. Pintu
bioskop akhirnya dibuka, aku dan kak Angga mencoba masuk diantara rerumunan
orang banyak. Mencari nomor kursi kami. Kami menemukannya. “Duduklah dek” ujar
kak Angga
“Ia kak” sahutku pelan
Sepanjang film diputar, sepanjang itu pula aku sms-an
dengan Agung. Raga ku berada di dekat Kak Angga tapi jiwaku melayang bersama
Agung.
Agung, _ “Dit, dimana?” tanyanya
Dita, _ “Kenapa, aku baru pulang dari kampus” balasku
Agung, _ “Aku lagi ada waktu senggang nih. Jalan yuk”
ajaknya
Dita, _ “Aku masih dijalan. Masih sama teman” balasku.
Agung, _ “Oh, ya sudah. Maaf ganggu” pesan terakhirnya. Aku
tau dia kecewa.
Tiba-tiba Kak Angga menegurku, mungkin dia risih. “Jadilah dulu
sms-an tuh, fokus ke film” ujarnya agak risik
Ku masukkan telpon genggamku kedalam tas mungilku. Hati ku
menggerutu. Mengapa waktu kita selalu salah? Mengapa selalu ada yang
menghalangi kita. Dulu kita dihalangi oleh hubunganku dengan mantan kekasihku.
Dan sekarang karena keadaan. Mengapa kita tak pernah bertemu? Dan mengapa kita
tak pernah menjadi satu? Aku menunggumu. Masih menunggumu. Jangan membuatku
menunggumu terlalu lama. Aku tak tahan. Jangan biarkan aku pergi lagi.
Haruskah ku katakana bahwa aku suka kepadamu? Tapi aku tak
mampu, aku tak sanggup, lidahku terlalu kelu untuk mengungkapkan semua. Tak
mengertikah kau dengan kode yang ku berikan padamu selama ini. “Mengapa waktu
tak pernah memihak kita?” tanya ku dalam batin
Ku tatap wajah lelaki disampingku. Aku menatapnya penuh
penghayatan. “Maafkan aku, aku tidak bermaksud membuatmu risih dengan semua
ini. Aku hanya tak tahu bagaimana aku seharusnya dan apa yang harus ku
lakukan?” kataku dalam Hati.
Mencoba tersenyum
dengan semua yang terjadi. Tak ingin membuatnya terluka. Aku tak ingin melukai
siapapun. Malam demi malam otakku berpikir keras. Menelaah apa yang terjadi.
Semua masalah menyerang otakku, membuat kepalaku pusing. Kurasa aku insomnia.
Malam itu aku memutuskan, aku tidak akan menunggu orang se cuek Agung untuk
menembakku. Aku bertekat, jika Kak Aldi menyatakan cintanya untukku. Aku akan
mencoba menerimanya. Mencoba sensasi mencintainya, aku yakin cinta itu akan
tumbuh seiring berjalannya waktu.
Tanggal 24 maret 2015, dosen ku tak hadir. Kelas kami
mendapat kesempatan untuk menjadi peserta seminar gratisan. Kalau ingat kata
gratisan aku jadi ingat Risa. Hahaha, entahlah. Belum sampai 1 jam Risa sudah
merengek padaku. “Dit, bosen. Pulang yuk” ajaknya dengan rengekan khasnya
“Bentar lagi Sa, belum juga 1 jam duduk disini” sahutku
“Ah, bosen Dit” ujarnya lagi. Teman ku yang satu ini mudah
bosen. Selalu ingin sesuatu yang baru tapi takut untuk memulainya dan selalu
setengah-setengah dalam melakukan segala hal. Itulah temanku.
“Kerumahku yuk” ajaknya lagi dengan sedikit bergairah
Aku mengiyakan ajakan Risa, karena Kak Angga juga mengajakku
untuk pergi entah kemana?. Sebenarnya dia menyuruhku menunggu saja tapi masih
terlalu lama menunggunya keluar dari kelas. Jadi aku memutuskan untuk menunggunya
dirumah Risa. Selain strategis, tempat Risa juga ramai dengan tempat
tongkrongan atau tempat makan.
Sudah hampir 2 jam kami duduk didalam ruang auditorium
mendengarkan seminar beasiswa. Risa mengajakku menyelinap diam-diam. Kami
melihat ada rerumunan orang yang baru mau masuk kedalam. Risa mengatur strategi
untuk bisa keluar dari ruang itu. “Dit, itu ada orang yang baru mau masuk. Kita
berlari ke arah mereka terus kita jalan santai dan buka pintu terus kabur. Ok”
kata nya memberi aba-aba
Kalau soal strategi kabur. Memang Risa jagonya. Setelah
berhasil kabur dari ruangan yang Risa bilang pengap padahal jelas-jelas dia
duduk dekat kipas angin. Dasar aneh. Kalau terlalu lama terkena angin, tuh anak
bisa masuk angin. Mungkin kulitnya sensitive.
Sesampai dirumahnya Risa, kami berdua ngegosip ala
infortaimen di tv. Heboh deh pokoknya. Mau tau aja. handpone ku berbunyi
nyaring dari dalam tas ku, kemudian ku angkat. Ya ialah diangkat masak
dibanting. “Hallo” katanya dari seberang pesawat tempur. Eh salah, pesawat
telpon maksudnya.
“Ia, hallo” sahutku, “Dimana?” tanyaku
“Udah di depan” katanya
“Ok, tunggu ya, bentar lagi aku keluar” kataku sembari
mematikan sambungan telponku denganya
“Dari kak Angga ya?” tanya Risa yang terguling lemas di atas
lantai
“Ia, Sa” jawabku
“Pergilah, bebedaklah dulu Dit, biar cantik” ledeknya
dengan mata sayup-sayup
Seusai merapikan jilbabku, aku pamit kepada Risa. Risa
mengantarku sampai depan pagar berwarna hitam dengan langkahnya yang
sempoyongan. “Hati-hati Dit, traktir yah” ledeknya lagi
Aku tersenyum padanya, temanku yang satu ini maunya
gratisan aja. tapi, dia ngak gratisan kok. Hahaha. Kak Angga memboncengku dengan
kendaraan roda duanya menuju tempat yang tak jauh dari rumah Risa. Katanya,
sebenarnya dia mau ngajak aku ke Waroeng Steak & Shake yang berada di depan
ruamh Risa. Tapi katanya, ada banyak temannya disitu. Takut di gangguin.
Dia menatapku dengan diam. Lama. Hingga akhirnya dia
membuka mulutnya dengan kata-kata. “Dek” panggilnya
Aku melihatnya yang duduk tepat dihadapanku.”Adek mau ngak
menjadi orang yang selalu ada untuk kakak?” ucapnya romantic
Deg. Jantungku terhenti. Nafasku terhenti, waktu seakan
ikut berhenti. Ku harap aku tak lagi ada di dunia khayalku. “Apakah adek mau
jadi pacar kakak?” sambungnya lagi dengan tatapan penuh arti. Dia menunggu
jawabanku. Dia berharap lebih padaku. Pernah ku katakan padanya untuk mencari
orang lain, karena aku sedang menunggu seseorang. Namun, ia masih kekeh dengan
pendiriannya. Dia masih akan berjuang untukku. Karena dia menganggap bahwa aku
membawa dampak positif padanya, ada sesuatu yang istimewa dalam diriku.
Tak menunggu lama, aku menjawab pertanyaannya. “Ia, aku
mau” ujarku singkat, sedikit malu
Ini adalah hari yang bersejarah untukku dan kak Angga. Dia
sekarang adalah kekasihku, kekasih yang akan mengisi kekosonganku. Hariku akan
berwarna karenanya.
Kata teman sekelasku, Fahrul “Orang yang Cuma bisa bilang
rindu akan kalah dengan orang yang selalu ada untuk kita dan orang yang Cuma
bisa bilang cinta akan kalah dengan orang yang selalu membuat kita nyaman”
Hari ini cerah secerah hatiku. Melangkahkan kaki dengan
mantap untuk menajalani hari ku bersamanya. Hari-hari yang tak akan pernah aku
lupa sedetikpun. Bercanda ria bersamanya. Kini, hanya tawa yang keluar dari
mulutku. Tak ada lagi gundah dalam malam ku.
“Sa” kataku sedikit menahan senyumku
“Em” sahutnya santai.
Aku berusaha menahan senyumku. Tapi kurasa aku tak
berhasil. Kurasa dia tahu apa yang ku sembunyikan. Dia menatapku, tatapan
menunggu.
“Aku sudah jadian sama kak Aldi” kataku dan kini senyumku
telah membuncah keluar
“Hah! Serius?!!” tanyanya kaget, meski ku tau di hanya
pura-pura kaget. “Pantas saja, dari tadi nahan senyum ngak jelas” sambungnya
tersenyum meledek
“Traktir dong, laper nih. Belum makan dari kemarin” ujarnya
santai
“Hem, minta traktir lah dengan kak Aldi” kataku
“Hem” desahnya kesal
Sebulan telah aku lalui dengannya sebagai sepasang kekasih.
Benar dugaanku, dia mampu membuat hari ku dan malam ku menjadi berwarna. Selamat
tinggal gundah dan selamat tinggal kebosanan. Aku telah menemukan orang yang ku
cinta, dia mampu bangkitkan aku dari kepedihan yang melanda jiwaku. Kamu, Aku
adalah KITA. Kita adalah satu. Dan satu adalah kita. Dan harus ku katakana
padamu… Love is You.
The end
BY : Lisa Indah Sari
24 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar