Senin, 04 Mei 2015

LOVE IS YOU

LOVE IS YOU

          Jika bicara soal C.I.N.T.A tak akan ada habisnya, lima huruf yang memiliki banyak makna didalamnya. Cinta itu bisa kepada orang tua, kepada sahabat, kepada saudara atau bahkan kepada seseorang (lawan jenis). Menurut gue, cinta itu datang aja kayak hantu. Datang tak dijemput dan pulang tak diantar (jelangkung keless). Cinta datang kapan aja dia mau dan pergi kapan aja dia mau (sesukanya aja). Cinta datang dimana pun, kapan pun, dan pada siapa pun. Cinta itu sukar diartikan…
          Kita bilang perasaan itu adalah cinta, ternyata itu hanyalah perasaan kagum yang berlebihan… Kita bilang perasaan itu Cuma sekedar suka atau sekedar ngefans, ternyata itu adalah perasaan CINTA yang tak terlihat… Sungguh satu kata yang disebut CINTA itu menggelikan dan membingungkan.
          Di suatu pagi yang cerah, aku datang kekampus untuk menemui dosen pembimbing akademik ku. Aku baru mau mengurus jadwal dan segala macam yang berhunbungan dengan kulian. Ya, aku adalah mahasiswa semester empat.
          Di kampus aku bertemu dengan teman-teman satu kelas ku. “Dit, berapa IPK mu?” tanya salah satu temanku
          “Belum, Nel. Ini baru mau lihat IPK ku. Aku baru mau nemuin dosen pembimbingku” jawabku
          “Oh ya. Nanti kasih tau ya” ujarnya
          “Oke” sahutku sembari memberikan jempol kanan ku lalu kemudian pergi ke ruang dosen
          Lirik sana-lirik sini namun, dosen pembimbingku tak kunjung terlihat. Entah kemana dia. Setiap semester harus menunggu bapak itu datang, menyebalkan. Kalau ku pikir-pikit itu dosen kayak hantu. Tiba-tiba muncul entah dari mana tapi juga tiba-tiba hilang kayak di telan bumi.
          Sudah 3 jam aku dan teman-teman ku menunggu dosen pembimbing kami yang tak kunjung datang. “Ah, bapak ini. Lama sekali datangnya. Tiga jam kita menunggunya tapi sampai sekarang tak ada tanda-tanda kehadirannya. Bisa jadi lumut kalau terus menunggu yang tak pasti” omel temanku Risa
          “Bener sa, capek aku nungguin bapak itu datang” sahut ku yang juga sedikit kesal.
          “Pulang yuk, ngantuk” kata Risa, menguap menahan kantuk
          “Tunggulah sebentar lagi. Kalau saja bapak itu datang” ujar sherly
          “Kalau?” tanya Risa sedikit emosi. “Sudah, aku mau pulang. Besok jam 11:00 aku kesini lagi, kalau besok sampai ngak datang tuh dosen. Gue amukin” sambung nya bergegas pergi meninggalkan koridor.
          Aku mengekor di belakang Risa, ikut pulang dengannya. Aku juga merasa lelah. Tiga jam menunggu tanpa kepastian. Ya, menunggu tanpa kepastian itu sangat melelahkan jiwa dan raga.
          Aku membuka sosmed ku, tepatnya Pad. Aku melihat temanku Sherly di Pad. “Semoga besok dosen pembimbing kami datang (amin)” tulisnya.
          Lalu aku mengomentarinya “Amin, semoga aja Sher”
          Entah ada apa dan mengapa. Ada juga seorang lelaki yang tak ku kenal mengomentari Pad temanku. Ku rasa lelaki itu temannya. Singkat kata, temanku yang bernama Sherly mencoba menjodohkan aku dengan lelaki yang bernama Angga. Dia adalah kakak tingkat ku, tapi kami berbeda jurusan namun satu fakultas kok.
          Hati ku merasa galau, gundah. Sejujurnya aku merasa risih. Aku baru putus cinta dengan orang yang hampir lima tahun menemaniku. Ya, dia adalah kekasihku, aku mencintainya. Tapi ada rasa jenuh didalam batinku. Aku cinta tapi aku juga ingin pergi darinya. Hingga akhirnya aku benar-benar pergi dari hidupnya.
          Lelaki yang hampir lima tahun menjadi kekasihku telah mengecewakan seluruh isi hatiku. Aku sangat hancur, hati ini retak. Mungkin, jika aku kaca. Sudah lama hatiku retak seribu. Berhubung hatiku itu kuat, sekuat karang… gigi. Hehehe.
          Orang yang ku kenal pendiam tega membohongiku dan orang lain. aku benci dengannya. Aku benci kebohongan. Aku benci untuk mencintainya. Aku sungguh tak kuat dengan ini. Hingga jalan terakhir yang ku pilih adalah melepaskannya untuk pergi.
          “Dit, terimalah kakak ku itu” ujar Sherly cengengesan ngak penting
          Aku hanya terdiam, aku belum siap untuk memulai yang baru. Hatiku baru saja terluka. Belum sembuh. Entah kapan sembuhnya. Ku tatap Sherly, sedikit risih dengan kata-katanya.
          “Kakak ku berjanji akan berubah, Dit” sambungnya lagi kali ini dengan sedikit senyum
          Aku hanya tersenyum. Tak tau kata-kata apa yang akan ku ucapkan. Bingung melanda jiwaku. Seiring berjalannya waktu, aku merasa hati kosongku telah terisi oleh Kak Angga. Awalnya aku meragukan dia. Aku melihatnya dari sisi negatifnya saja. Tapi, ternyata ia orang baik, asyik , berwawasan luas dan humoris. Humoris salah satu yang ku suka darinya.
          Drrrr drrrr drrrr. Hp ku bergetar hebat. Jantungku berdegup kencang melihat layar HP ku tertuliskan pesan masuk dari Agung. “Dit besok libur ngak?” tanya Agung, seseorang yang menungguku. Sebenarnya aku juga menunggunya, aku suka padanya. entah mengapa?.
          “Besok kuliah, emang kenapa?” balasku dengan tangan bergetar
          “Oh, kuliah ya. Sebenarnya aku mau ngajak kamu jalan” balasnya
          Deg. Jantung ku berhenti sejenak. Tanganku gemetar. Mengapa besok aku harus kuliah sih. Batinku kesal seribu kesal.
          “Lain kali aja ya, Gung” balasku tak ikhlas mengirimkan sms itu padanya. sebenarnya aku mau, tapi aku besok ada jadwal kuliah dan ulangan. Arrrggghh.
          “OKE” balasnya
          Sedetik kemudian tak ada lagi sms darinya. Di lain hari aku merasa bingung dengan perasaanku. Ada dua lelaki yang sedang berusaha mendekatiku. Aku mencoba meminta penadapat sana sini.
          “Sa, aku bingung” kata ku cemberut
          “Bingung kenapa Dit?” tanya nya
          “Aku itu bingung mau pilih yang mana? Kak Angga atau Agung” jawabnya
          “Kak Angga dan Agung itu orang yang seperti apa. Aku kan ngak tau mereka” ujar Risa
          “Kalau kak Angga itu orangnya humoris, asyik, berwawasan luas, pokoknya banyak deh” ujar ku
          “Terusss?” sahutnya
          “Kalau Agung itu, Orangnya rajin sholat, baik juga, pintar tapi, cuek banget sa” sambungku
          “Pilih yang ngak cuek aja. Pilih Kak Angga aja” ujarku
          “Tapi aku suka sama Agung” sahutku lagi
          “Ya sudah pilih aja Agung” ujar Lisa santai
          “Jadi aku pilih yang mana Risa ku sayang” sahutku dengan nada sedikit tinggi. Habis plin plan nih anak. Resek.
          “Bingung juga Dit. Lho yang punya cinta tapi kok gue juga ikutan pusing ya?” tanyanya
          “Agung itu sudah mapan, bekerja di pertamina. Menjamin. Kalau kakak itu… anak kuliahan” sambungku bercerita pada Risa
          “Kenapa ngak pilih yang sudah mapan aja” sahut Risa sedikit semangat
          “Kak Angga juga ada bisnis jualan Sa” sambungku lagi semakin membuat bingung temanku
          Risa melirikku dengan tatapan tajam. “Dita Puspita!!!” teriaknya kesal. “Au ah gelap. Pusing kepalaku bicara denganmu” sambungnya cemberut, pergi meninggalku yang duduk sendiri di teras masjid yang sepi.
          Dikelas, Risa hanya terdiam. Seperti memikirkan sesuatu. Entah apa. Dia menatapku lekat-lekat. “Dit, kalau menuruk aku, kamu pilih aja Agung. Karena kan Agung itu sudah mapan. Aku sih sregnya dengan dia. Tapi teserah hatimu Dit” kata Risa memberikan saran padaku
          “Ia Sa. Bibiku juga berkata seperti itu. pendapatnya sama denganmu. Tapi Agung itu cuek banget Sa” sahutku lemas
          “Ia sih Dit. Pasti bosen punya cowok yang cuek. Enak yang humoris” ujarnya ikut lemas
         “Tapi, kakak itu juga mampu buat aku nyaman Sa. Aku dekat dengannya, ada rasa nyaman. Ngak ada lagi yang namanya jenuh” komentarku
          “Kalau ngak, lho jadian aja sama dua-duanya” sarannya sedikit gila
          “Ngak waras kau Sa” ujarku kesal
     “Aku mau tanya dengan dirimu yang sesungguhnya. Bagaimana perasaanmu dengan Agung dan bagaimana juga perasaanmu dengan Kak Angga. Ada perasaan dag dig dug serrr ngak??” tanyanya kayak polisi mengintrogasi tersangka
          “Emmm, kalau dengan Kak Angga aku biasa aja Sa. Sudah beberapa kali aku jalan dengannya tapi perasaan ku biasa saja. Terus, kalau sama Agung…. Jangankan ketemuan dengannya, sms-an dengannya aja aku merasa gemetaran. Jantungku terasa mau lepas Sa. Ada rasa bahagia menyelimutiku” jelasku panjang lebar
          “Tuh kan, hati mu mengatakan, Dita Puspita mencintai Agung” katanya antusias
         “Aku emang suka sama Agung. Jujur aku menunggu Agung nyatakan cinta untuk aku Sa. Semalam aku buat PM –nyatakanlah cintamu sebelum diambil orang-. Itu adalah kode untuk Agung, tapi dia masih aja ngak ngerti dengan kode itu. malahan kak Angga yang ke GR-an” jelasku lagi
          “Ya sudah, pilih aja tuh si Agung” katanya dengan wajah yang muram
          Kasihan teman ku, wajahnya sampai muram gara-gara aku. Maaf ya. Risa terdiam beberapa menit, mencoba memperhatikan kelompok yang berdiskusi hari itu. Karena mata dosen Aik sudah jelit-jelit hampir lepas.
          Tanganya meraih pena di atas mejanya, menulis sesuatu yang ada di papan tulis. Tangannya terhenti menulis, menoleh ku dengan tatapan segar.
          “Semua terserah dirimu. Kamu yang merasakan dan hatimu tau apa yang kamu rasakan dan yang kamu mau” ujarnya dengan kata-kata yang mantap berwibawa.
          Aku terdiam mendengar perkataannya barusan. Ku akui Risa orang yang mudah merangkai kata-kata (agak gombal tuh temanku yang satu itu). ada aja celetukannya yang mampu buat orang-orang bilang (asek, ciee). Dan kata-katanya barusan telah menghipnotisku. Membuat ku berpikir apa yang aku mau dan apa yang aku inginkan. Mencoba menyelami lautan hatiku sendiri.
          “Dit” panggilnya
Aku menoleh menatapnya. “Traktiran jangan lupa” katanya dengan wajah tanpa dosa. Santai. Kemudian ia melanjutkan menulis lagi.
          Baru saja dia membuatku terpukau dengan kata-katanya. Ujung-ujungnya minta traktir. Sorry friend ane lagi buntu.
          Selasa yang cerah nan panas, kak Angga mengajakku untuk pergi nonton. Kami pergi dengan kendaraan roda dua. Mengantri untuk membeli tiket dan menunggu ruang bioskop dibuka. Tak sampai setengah jam menunggu. Pintu bioskop akhirnya dibuka, aku dan kak Angga mencoba masuk diantara rerumunan orang banyak. Mencari nomor kursi kami. Kami menemukannya. “Duduklah dek” ujar kak Angga
          “Ia kak” sahutku pelan
Sepanjang film diputar, sepanjang itu pula aku sms-an dengan Agung. Raga ku berada di dekat Kak Angga tapi jiwaku melayang bersama Agung.
          Agung, _ “Dit, dimana?” tanyanya
          Dita, _ “Kenapa, aku baru pulang dari kampus” balasku
          Agung, _ “Aku lagi ada waktu senggang nih. Jalan yuk” ajaknya
          Dita, _ “Aku masih dijalan. Masih sama teman” balasku.
          Agung, _ “Oh, ya sudah. Maaf ganggu” pesan terakhirnya. Aku tau dia kecewa.
          Tiba-tiba Kak Angga menegurku, mungkin dia risih. “Jadilah dulu sms-an tuh, fokus ke film” ujarnya agak risik
          Ku masukkan telpon genggamku kedalam tas mungilku. Hati ku menggerutu. Mengapa waktu kita selalu salah? Mengapa selalu ada yang menghalangi kita. Dulu kita dihalangi oleh hubunganku dengan mantan kekasihku. Dan sekarang karena keadaan. Mengapa kita tak pernah bertemu? Dan mengapa kita tak pernah menjadi satu? Aku menunggumu. Masih menunggumu. Jangan membuatku menunggumu terlalu lama. Aku tak tahan. Jangan biarkan aku pergi lagi.
          Haruskah ku katakana bahwa aku suka kepadamu? Tapi aku tak mampu, aku tak sanggup, lidahku terlalu kelu untuk mengungkapkan semua. Tak mengertikah kau dengan kode yang ku berikan padamu selama ini. “Mengapa waktu tak pernah memihak kita?” tanya ku dalam batin
          Ku tatap wajah lelaki disampingku. Aku menatapnya penuh penghayatan. “Maafkan aku, aku tidak bermaksud membuatmu risih dengan semua ini. Aku hanya tak tahu bagaimana aku seharusnya dan apa yang harus ku lakukan?” kataku dalam Hati.
           Mencoba tersenyum dengan semua yang terjadi. Tak ingin membuatnya terluka. Aku tak ingin melukai siapapun. Malam demi malam otakku berpikir keras. Menelaah apa yang terjadi. Semua masalah menyerang otakku, membuat kepalaku pusing. Kurasa aku insomnia. Malam itu aku memutuskan, aku tidak akan menunggu orang se cuek Agung untuk menembakku. Aku bertekat, jika Kak Aldi menyatakan cintanya untukku. Aku akan mencoba menerimanya. Mencoba sensasi mencintainya, aku yakin cinta itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu.
          Tanggal 24 maret 2015, dosen ku tak hadir. Kelas kami mendapat kesempatan untuk menjadi peserta seminar gratisan. Kalau ingat kata gratisan aku jadi ingat Risa. Hahaha, entahlah. Belum sampai 1 jam Risa sudah merengek padaku. “Dit, bosen. Pulang yuk” ajaknya dengan rengekan khasnya
          “Bentar lagi Sa, belum juga 1 jam duduk disini” sahutku
          “Ah, bosen Dit” ujarnya lagi. Teman ku yang satu ini mudah bosen. Selalu ingin sesuatu yang baru tapi takut untuk memulainya dan selalu setengah-setengah dalam melakukan segala hal. Itulah temanku.
          “Kerumahku yuk” ajaknya lagi dengan sedikit bergairah
          Aku mengiyakan ajakan Risa, karena Kak Angga juga mengajakku untuk pergi entah kemana?. Sebenarnya dia menyuruhku menunggu saja tapi masih terlalu lama menunggunya keluar dari kelas. Jadi aku memutuskan untuk menunggunya dirumah Risa. Selain strategis, tempat Risa juga ramai dengan tempat tongkrongan atau tempat makan.
          Sudah hampir 2 jam kami duduk didalam ruang auditorium mendengarkan seminar beasiswa. Risa mengajakku menyelinap diam-diam. Kami melihat ada rerumunan orang yang baru mau masuk kedalam. Risa mengatur strategi untuk bisa keluar dari ruang itu. “Dit, itu ada orang yang baru mau masuk. Kita berlari ke arah mereka terus kita jalan santai dan buka pintu terus kabur. Ok” kata nya memberi aba-aba
          Kalau soal strategi kabur. Memang Risa jagonya. Setelah berhasil kabur dari ruangan yang Risa bilang pengap padahal jelas-jelas dia duduk dekat kipas angin. Dasar aneh. Kalau terlalu lama terkena angin, tuh anak bisa masuk angin. Mungkin kulitnya sensitive.
          Sesampai dirumahnya Risa, kami berdua ngegosip ala infortaimen di tv. Heboh deh pokoknya. Mau tau aja. handpone ku berbunyi nyaring dari dalam tas ku, kemudian ku angkat. Ya ialah diangkat masak dibanting. “Hallo” katanya dari seberang pesawat tempur. Eh salah, pesawat telpon maksudnya.
          “Ia, hallo” sahutku, “Dimana?” tanyaku
          “Udah di depan” katanya
          “Ok, tunggu ya, bentar lagi aku keluar” kataku sembari mematikan sambungan telponku denganya
          “Dari kak Angga ya?” tanya Risa yang terguling lemas di atas lantai
          “Ia, Sa” jawabku
          “Pergilah, bebedaklah dulu Dit, biar cantik” ledeknya dengan mata sayup-sayup
          Seusai merapikan jilbabku, aku pamit kepada Risa. Risa mengantarku sampai depan pagar berwarna hitam dengan langkahnya yang sempoyongan. “Hati-hati Dit, traktir yah” ledeknya lagi
          Aku tersenyum padanya, temanku yang satu ini maunya gratisan aja. tapi, dia ngak gratisan kok. Hahaha. Kak Angga memboncengku dengan kendaraan roda duanya menuju tempat yang tak jauh dari rumah Risa. Katanya, sebenarnya dia mau ngajak aku ke Waroeng Steak & Shake yang berada di depan ruamh Risa. Tapi katanya, ada banyak temannya disitu. Takut di gangguin.
          Dia menatapku dengan diam. Lama. Hingga akhirnya dia membuka mulutnya dengan kata-kata. “Dek” panggilnya
          Aku melihatnya yang duduk tepat dihadapanku.”Adek mau ngak menjadi orang yang selalu ada untuk kakak?” ucapnya romantic
          Deg. Jantungku terhenti. Nafasku terhenti, waktu seakan ikut berhenti. Ku harap aku tak lagi ada di dunia khayalku. “Apakah adek mau jadi pacar kakak?” sambungnya lagi dengan tatapan penuh arti. Dia menunggu jawabanku. Dia berharap lebih padaku. Pernah ku katakan padanya untuk mencari orang lain, karena aku sedang menunggu seseorang. Namun, ia masih kekeh dengan pendiriannya. Dia masih akan berjuang untukku. Karena dia menganggap bahwa aku membawa dampak positif padanya, ada sesuatu yang istimewa dalam diriku.
          Tak menunggu lama, aku menjawab pertanyaannya. “Ia, aku mau” ujarku singkat, sedikit malu
          Ini adalah hari yang bersejarah untukku dan kak Angga. Dia sekarang adalah kekasihku, kekasih yang akan mengisi kekosonganku. Hariku akan berwarna karenanya.
          Kata teman sekelasku, Fahrul “Orang yang Cuma bisa bilang rindu akan kalah dengan orang yang selalu ada untuk kita dan orang yang Cuma bisa bilang cinta akan kalah dengan orang yang selalu membuat kita nyaman”
          Hari ini cerah secerah hatiku. Melangkahkan kaki dengan mantap untuk menajalani hari ku bersamanya. Hari-hari yang tak akan pernah aku lupa sedetikpun. Bercanda ria bersamanya. Kini, hanya tawa yang keluar dari mulutku. Tak ada lagi gundah dalam malam ku.
          “Sa” kataku sedikit menahan senyumku
          “Em” sahutnya santai.
          Aku berusaha menahan senyumku. Tapi kurasa aku tak berhasil. Kurasa dia tahu apa yang ku sembunyikan. Dia menatapku, tatapan menunggu.
          “Aku sudah jadian sama kak Aldi” kataku dan kini senyumku telah membuncah keluar
          “Hah! Serius?!!” tanyanya kaget, meski ku tau di hanya pura-pura kaget. “Pantas saja, dari tadi nahan senyum ngak jelas” sambungnya tersenyum meledek
          “Traktir dong, laper nih. Belum makan dari kemarin” ujarnya santai
          “Hem, minta traktir lah dengan kak Aldi” kataku
          “Hem” desahnya kesal
          Sebulan telah aku lalui dengannya sebagai sepasang kekasih. Benar dugaanku, dia mampu membuat hari ku dan malam ku menjadi berwarna. Selamat tinggal gundah dan selamat tinggal kebosanan. Aku telah menemukan orang yang ku cinta, dia mampu bangkitkan aku dari kepedihan yang melanda jiwaku. Kamu, Aku adalah KITA. Kita adalah satu. Dan satu adalah kita. Dan harus ku katakana padamu… Love is You.
The end
                                                                                       BY : Lisa Indah Sari


                                                                                       24 April 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar